Wednesday, August 27, 2014

Perencanaan dan Penganggaran yang Pro-poor

Perencanaan dan Penganggaran yang Pro-poor

Pelembagaan Partisipasi Rakyat dalam Pembangunan Bisa!





Sejak lama impian agar setiap proses dalam pelaksanaan pembangunan melibatkan partisipasi rakyat bukanlah suatu anganangan dan mimpi semata, akan tetapi tercermin secara nyata dalam praktek pembangunan. Sejak disahkannya UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, harapan untuk melembagakan partisipasi masyarakat secara permanen dalam penyusunan perencanaan pembangunan muncul kembali. Walaupun demikian, proses pelembagaan partisipasi tersebut perlu didampingi, tidak hanya dalam kerangka membuka ruang partisipasi bagi masyarakat akan tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan ruang partisipasi tersebut agar dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin.
Sebagaimana telah menjadi rahasia umum, proses partisipasi dalam musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat desa dan kecamatan sering kali hanya dimaknai sebagai suatu proses ritual yang dilakukan dari tahun ketahun ,dan seringkali mengabaikan keinginan rakyat yang disuarakan dalam forum tahunan tersebut. Alasan klasik yang selalu disampaikan oleh birokrasi pemerintah adalah tidak ada alokasi anggaran atau DPRD tidak menyetujui usulan masyarakat, cukup ampuh untuk meredam kekecewaan masyarakat. Walaupun demikian, tanpa disadari kondisi ini menyebabkan munculnya apatisme dan perilaku skeptis masyarakat terhadap pemerintah daerah.
Terkait dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencoba untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut dengan menggulirkan program P3K (Program Pembangunan Partisipasi Kecamatan). P3K bertujuan untuk memperkuat pendanaan pembangunan disuatu kecamatan yang tidak dapat dilakukan dengan mekanisme pendanaan reguler, seperti Alokasi dana Desa (ADD), serta kegiatan PNPM. Jelasnya P3K memperkuat kegiatan atau program pembangunan yang tidak dapat didanai oleh ADD dan PNPM. Walau pun demikian, penyaluran anggaran P3K tidak dilakukan dengan mekanisme penjatahan sebagaimana mekanisme penyalura anggaran secara reguler akan tetapi melalui proses kompetisi dalam suatu kecamatan.
Sepintas mekanisme penyaluran anggaran untuk pendanaan kegiatan dalam suatu kecamatan mirip dengan mekanisme kompetensi yang dilakukan dalam program PNPM. Masing-masing desa dalam suatu kecamatan akan mempesentasikan usulan dan menyusun proposal kegiatan untuk mendapatkan dana P3K. Perbedaannya terletak pada kewenangan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten kepada camat untuk memutuskan desa-desa yang layak diberikan P3K. Dalam prakteknya, camat bukanlah pengambil keputusan tunggal, akan tetapi ada tim penilai yang dibentuk oleh seorang camat untuk membantu menilai dan memverivikasi usulan masing-masing desa.
Program P3K yang diinisiasi oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi pada tahun 2008 dan masih bersifat sebagai pilot project yang dilakukan di beberapa kecamatan. Alokasi anggaran P3K yang diberikan pada tahap awal uji coba sebesar 500 juta / kecamatan. Besaran alokasi diharapkan dapat mendorong perbaikan yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur dasar maupun kegatan ekonomi yang dilakukan di wilayah kecamatan.
Dalam perkembangannya, P3K mulai mendapatkan respon positif dari masyarakat tidak hanya pada daerah-daerah yang menjadi percontohan pengembangan program tersebut, akan tetapi juga datang dari kecamatan lain. Terkait dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah berupaya untuk dapat memenuhi hal tersebut. Namun kendala utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah alokasi anggaran. Oleh sebab itu, pemerintah daerah memutuskan untuk mengurangi besaran alokasi anggaran yang diberikan pada suatu kecamatan, yang sebelumnya berjumlah 500 juta / kecamatan menjadi 250 juta / kecamatan.
Agar pelaksanaan program P3K dapat terlembagakan secara baik, maka pemerintah daerah terus memperbaiki mekanisme penyelengaraan program tersebut, termasuk didalamnya adalah membuat petunjuk operasional yang baku yang menjamin program tersebut berjalan secara lebih efisien dan efektif. Misalnya pengusulan kegiatan yang akan dikompetisikan antar desa dalam suatu kecamatan haruslah kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan memberikan manfaat yang lebih pada desa. Selain itu, pemerintah desa juga akan diwajibkan untuk menyusun RPJMDes sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan anggaran dari program P3K. Saat ini banyak pemerintah desa yang dibantu oleh fasilitator PNPM Perdesaan dalam menyusun dokumen RPJMDes.
Proses pendampingan terhadap masyarakat dan pelaksana program juga mendapat perhatian dalam pelaksanaan program P3K ini. Salah satu fokus dalam pendampingan pelaksanaan program P3K adalah pengelolaan anggaran dan pelaporan kegiatan. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan program P3K dapat dipertanggung-jawabkan bukan hanya dari aspek kegiatannya semata akan tetapi juga dari sisi administrasi kegiatan.
Walaupun dalam pelaksanaan uji coba program P3K menuai banyak respon positif, namun masih ada beberapa kendala yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah lain yang juga memiliki atau akan melakukan program seperti P3K. Kendala yang pertama adalah sumberdaya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan program. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu mempersiapkan kelembagaan dan SDM secara baik dan tidak hanya menyerahkan atau memperluas otoritas kelembagaan ditingkat bawah dalam pelaksanaan program. Kendala kedua adalah masing-masing kecamatan memiliki potensi yang berbedabeda, sehingga memerlukan perencanaan yang sinergi antar wilayah dan kemauan dari camat untuk melakukan langkah-langkah terobosan dalam memajukan wilayahnya. Sedangkan kendala ketiga adalah menjalin kerjasama dengan pihak lain misalnya dengan dunia usaha yang lokasi usahanya berada di kecamatan tersebut untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan masyarakat di suatu kecamatan.
Selain itu, tantangan keberlanjutan dari suatu program adalah adanya payung hukum yang menjamin pelaksanaan suatu program tersebut dapat dilakukan dalam jangka panjang. Pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi, sedang mengkaji pilihan – pilihan kebijakan yang tepat untuk dapat melakukan program P3K secara berkelanjutan. Misalnya dengan menjamin alokasi APBD untuk penganggaran program P3K sebesar 20 %. Tantangan lainnya adalah membakukan proses perencanaan pembangunan yang melibatkan masyarakat dan secara bersamaan mengurangi mekanisme “titip menitip” program melalui DPRD yang seringkali dianggap menghancurkan mekanisme perencanaan yang dibangun secara partisipatif melalui musrenbang.
Dengan disahkannya UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, harapan untuk melembagakan partisipasi masyarakat secara permanen dalam penyusunan perencanaan pembangunan muncul kembali. Walau pun demikian, proses pelembagaan partisipasi tersebut perlu di dampingi, tidak hanya dalam kerangka membuka ruang partisipasi bagi masyarakat akan tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan ruang partisipasi tersebut agar dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin.
Sebagaimana telah menjadi rahasia umum, proses partisipasi dalam musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat desa dan kecamatan seringkali hanya dimaknai sebagai suatu proses ritual yang di lakukan dari tahun ke tahun, dan seringkali mengabaikan keinginan rakyat yang disuarakan dalam forum tahunan tersebut. Alasan klasik yang selalu di sampaikan oleh birokrasi pemerintah adalah tidak ada alokasi anggaran atau DPRD tidak menyetujui usulan masyarakat, cukup ampuh untuk meredam kekecewaan masyarakat. Walaupun demikian, tanpa disadari kondisi ini menyebabkan munculnya apatisme dan perilaku skeptis masyarakat terhadap pemerintah daerah.
Terkait dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencoba untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut dengan menggulirkan program P3K (Program Pembangunan Partisipasi Kecamatan). P3K bertujuan untuk memperkuat pendanaan pembangunan disuatu kecamatan yang tidak dapat dilakukan dengan mekanisme pendanaan reguler, seperti Alokasi dana Desa (ADD), serta kegiatan PNPM. Jelasnya P3K memperkuat kegiatan atau program pembangunan yang tidak dapat di danai oleh ADD dan PNPM. Walaupun demikian, penyaluran anggaran P3K tidak di lakukan dengan mekanisme penjatahan sebagaimana mekanisme penyalura anggaran secara reguler akan tetapi melalui proses kompetisi dalam suatu kecamatan.
Dalam perkembangannya, P3K mulai mendapatkan respon positif dari masyarakat tidak hanya pada daerah daerah yang menjadi percontohan pengembangan program tersebut, akan tetapi juga datang dari kecamatan lain. Terkait dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah berupaya untuk dapat memenuhi hal tersebut. Namun kendala utama yang di hadapi oleh pemerintah daerah adalah alokasi anggaran. Oleh sebab itu, pemerintah daerah memutuskan untuk mengurangi besaran alokasi anggaran yang diberikan pada suatu kecamatan, yang sebelumnya berjumlah 500 juta / kecamatan menjadi 250 juta / kecamatan.
Agar pelaksanaan program P3K dapat terlembagakan secara baik, maka pemerintah daerah terus memperbaiki mekanisme penyelengaraan program tersebut, termasuk didalamna adalah membuat petunjuk operasional yang baku yang menjamin program tersebut berjalan secara lebih efisien dan efektif. Misalnya pengusulan kegiatan yang akan dikompetesikan antar desa dalam suatu kecamatan haruslah kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan memberikan manfaat yang lebih pada desa. Selain itu, pemerintah desa juga akan di wajibkan untuk menyusun RPJMDes sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan anggaran dari program P3K. Saat ini banyak pemerintah desa yang dibantu oleh fasilitator PNPM Perdesaan dalam menyusun dokumen RPJMDes. Proses pendampingan terhadap masyarakat dan pelaksana program juga mendaat perhatian dalam pelaksanaan program P3K ini. Salah satu fokus dalam pendampingan pelaksanaan program P3K adalah pengelolaan anggaran dan pelaporan kegiatan. Hal ini di maksudkan agar pelaksanaan program P3K dapat dipertanggung-jawabkan bukan hanya dari aspek kegiatannya semata akan tetapi juga dari sisi administrasi kegiatan.
Walaupun dalam pelaksanaan uji coba program P3K menuai banyak respon positif, namun masih ada beberapa kendala yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah lain yang juga memiliki atau akan melakukan program seperti P3K. Kendala yang pertama adalah sumber daya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan program. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu mempersiapkan kelembagaan dan SDM secara baik dan tidak hanya menyerahkan atau memperluas otoritas kelembagaan ditingkat bawah dalam pelaksanaan program. Kendala kedua adalah masing-masing kecamatan memiliki potensi yang berbedabeda, sehingga memerlukan perencanaan yang sinergi antar wilayah dan kemauan dari camat untuk melakukan langkah-langkah terobosan dalam memajukan wilayahnya. Sedangkan kendala ketiga adalah menjalin kerja sama dengan pihak lain misalnya dengan dunia usaha yang lokasi usahanya berada di kecamatan tersebut untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan masyarakat di suatu kecamatan.
Selain itu, tantangan keberlanjutan dari suatu program adalah adanya payung hukum yang menjamin pelaksanaan suatu program tersebut dapat dilakukan dalam jangka panjang. Pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi, sedang mengkaji pilihan–pilihan kebijakan yang tepat untuk dapat melakukan program P3K secara berkelanjutan. Misalnya dengan menjamin alokasi APBD untuk penganggaran program P3K sebesar 20 %. Tantangan lainnya adalah membakukan proses perencanaan pembangunan yang melibatkan masyarakat dan secara bersamaan mengurangi mekanisme “titip menitip” program melalui DPRD yang seringkali di anggap menghancurkan mekanisme perencanaan yang di bangun secara partisipatif melalui musrenbang.

No comments:

Post a Comment

Translate