Merdeka.com - Kontroversi perbedaan hasil hitung cepat
pasca-pilpres terus berlanjut. Belakangan para bekas petinggi lembaga
survei membongkar keculasan tempat bekerja mereka dulu.
Pertama adalah dari Agus Sudibyo, mantan Direktur Indonesia Research Centre (IRC). IRC satu dari empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo - Hatta dalam hitung cepat Pilpres 2014.
Kedua adalah dari mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network Election Survey (INES), Irwan Suhanto. INES memang tidak melakukan hitung cepat (quick count) pada hari pencoblosan. Namun, sejumlah hasil survei pra-pencoblosan lembaga ini hampir selalu memenangkan Partai Gerindra dan Prabowo .
Berikut aksi-aksi mereka:
Pertama adalah dari Agus Sudibyo, mantan Direktur Indonesia Research Centre (IRC). IRC satu dari empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo - Hatta dalam hitung cepat Pilpres 2014.
Kedua adalah dari mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network Election Survey (INES), Irwan Suhanto. INES memang tidak melakukan hitung cepat (quick count) pada hari pencoblosan. Namun, sejumlah hasil survei pra-pencoblosan lembaga ini hampir selalu memenangkan Partai Gerindra dan Prabowo .
Berikut aksi-aksi mereka:
1.
Survei belum tuntas sudah diumumkan
Merdeka.com - Agus Sudibyo membeberkan alasannya mundur dari
jabatan Direktur Indonesia Research Centre (IRC). Kala itu Agus tak
sejalan karena ada hasil survei pemilu legislatif diumumkan sebelum
waktunya.
"Enggak sejalan, perbedaan pandangan. Kalau saya
berpandangan survei selesai, tuntas baru diumumkan. Sementara waktu itu
survei belum selesai diumumkan," kata Agus saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
IRC
merupakan salah satu lembaga yang memenangkan Prabowo - Hatta versi
quick count. Mengenai ada hasil berbeda, Agus mendorong agar dilakukan
audit secara menyeluruh.
"Harus diaudit dua-duanya baik yang
menangkan Prabowo dan Jokowi. Semua yang bermasalah mana yang manipulasi
dan tidak kalau sekarang belum bisa disimpulkan. Harus diaudit, biar
lembaga jelaskan metode bagaimana," jelasnya.
Sejak mundur
November tahun lalu, Agus mengaku sudah tidak lagi terlibat dalam proses
di IRC. Untuk itu dia tidak tahu apakah ada kepentingan tertentu dalam
survei dan quick count IRC.
"Sekarang tidak tahu proses seperti apa, metodenya bagaimana, kan saya sudah tidak di dalam," tuturnya.
Dia
menegaskan ketika masih menjabat hasil survei IRC bisa
dipertanggungjawabkan. "Waktu pegang baik-baik saja, tidak ada masalah,
survei oke waktu itu, quick count tidak ada masalah," tandasnya.
2.
Alat propaganda Prabowo
Merdeka.com - Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network
Election Survey (INES), Irwan Suhanto, membuat pengakuan penting tentang
lembaga survei yang pernah dipimpinnya. Irwan mengakui jika INES
merupakan lembaga survei alat propaganda Partai Gerindra dan capresnya Prabowo Subianto.
"Ya memang asumsinya akan menjadi seperti itu (alat propaganda)," kata Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan
mengatakan memilih mundur dari INES pada 20 Juni lalu karena tidak mau
mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda
Prabowo dalam pilpres.
"Tapi 12 hari kemudian (2 Juli) INES
merilis survei yang memenangkan Prabowo. Padahal sebelum saya mundur
tidak ada survei. Bagaimana bisa mengeluarkan hasil survei dalam waktu
12 hari," kata Irwan menambahkan bahwa proses survei sampai publikasi
paling cepat adalah sebulan.
Catatan merdeka.com, pada publikasi
survei tersebut, INES menyatakan elektabilitas Prabowo-Hatta 54,3
persen, mengalahkan Jokowi-JK yang hanya memperoleh suara 37,6 persen.
Direktur Eksekutif INES yang baru Sudrajat Saca mengklaim survei
dilakukan pada 25 Juni hingga 2 Juli 2014.
"Padahal saat saya mundur 20 Juni malam, saya sebagai direktur eksekutif tidak mendengar ada yang melakukan survei," ujarnya.
Ketua
DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah
pengakuan Irwan Suhanto bahwa Indonesia Network Election Survey (INES)
adalah lembaga survei propaganda partainya dan capres Prabowo Subianto. Dia juga menyangkal Irwan pernah menjabat sebagai direktur eksekutif lembaga tersebut.
"Dia
hanya pemapar yang dibayar Rp 4 juta untuk mempresentasikan, tidak
kurang dan tidak lebih. Mungkin karena uangnya kurang, dia banyak ngoceh
di mana-mana," kata Arief.
3.
Tak pernah survei ke lapangan
Merdeka.com - Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network
Election Survey (INES), Irwan Suhanto, mengungkapkan sejak dia bergabung
dengan INES pada 2 Agustus 2013, lembaga itu juga tidak pernah sekali
pun benar-benar melakukan survei di lapangan. Sejak bergabung, lanjut
Irwan, INES juga sudah menjadi alat propaganda Partai Gerindra.
"Saya
bahkan terlibat pelatihan relawan-relawan Gerindra, meski saya bukan
anggota, tidak memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota)," kata Irwan saat
dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan mengakui, tidak ada
keterkaitan antara INES dan Partai Gerindra secara organisasi. Namun,
dia mengaku ada keterlibatan pengurus DPP Partai Gerindra dalam setiap
publikasi survei INES.
"Dalam setiap rilis, setiap ditanya
wartawan soal sumber dana, kita ungkapkan dari kas Federasi Serikat
Pekerja BUMN Bersatu. Orang pasti tahu irisan ketua federasi dengan
pengurus DPP Gerindra," kata Irwan tanpa mau menyebut nama.
Penelusuran
merdeka.com, Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono
juga menjabat Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI.
"Keterlibatan pengurus Gerindra ini dalam hal pendanaan (publikasi
survei)," kata Irwan.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga
Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah INES dibiayai oleh Partai Gerindra
dan Prabowo. Menurutnya, sumber dana INES adalah dari Federasi Serikat
Pekerja BUMN Bersatu yang diketuainya. "Jadi bukan dari Gerindra, kalau
saya pengurus Gerindra, ya, saya pengurus," ujar dia.
4.
Menekan dan mengancam
Merdeka.com - Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network
Election Survey (INES), Irwan Suhanto, mengaku sempat mendapat sejumlah
tekanan ketika menyatakan mundur dari lembaga itu pada 20 Juli silam.
Namun, dia berupaya melawan.
"Tapi kalau saya diam kan malah menguntungkan mereka, mending saya bongkar sekalian," ujar Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan
mengatakan memilih mundur dari INES karena tidak mau mengambil risiko
atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam pilpres.
Ketua
DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah
telah menekan dan mengancam Irwan. Bahkan, Arief berbalik mengancam
akan melaporkan Irwan ke polisi jika dia berbicara seenaknya. "Semua ada
konsekuensi hukumnya," ujar Arief.
Baca juga:
5 Pernyataan menohok Prabowo soal Jokowi dan hasil Pilpres
Kivlan Zein sebut Eep bagi-bagi duit buat quick count Jokowi-JK
Prabowo sayangkan ada ancaman teror terhadap lembaga survei
Puskapol UI: KPU harus atasi vakum informasi setelah pilpres
4 Penyebab anjloknya saham VIVA dan MNC usai menangkan Prabowo
Masih tayangkan quick count, 2 stasiun TV berita ditegur KPI
Merdeka.com - Agus Sudibyo membeberkan alasannya mundur dari
jabatan Direktur Indonesia Research Centre (IRC). Kala itu Agus tak
sejalan karena ada hasil survei pemilu legislatif diumumkan sebelum
waktunya.
"Enggak sejalan, perbedaan pandangan. Kalau saya berpandangan survei selesai, tuntas baru diumumkan. Sementara waktu itu survei belum selesai diumumkan," kata Agus saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
IRC merupakan salah satu lembaga yang memenangkan Prabowo - Hatta versi quick count. Mengenai ada hasil berbeda, Agus mendorong agar dilakukan audit secara menyeluruh.
"Harus diaudit dua-duanya baik yang menangkan Prabowo dan Jokowi. Semua yang bermasalah mana yang manipulasi dan tidak kalau sekarang belum bisa disimpulkan. Harus diaudit, biar lembaga jelaskan metode bagaimana," jelasnya.
Sejak mundur November tahun lalu, Agus mengaku sudah tidak lagi terlibat dalam proses di IRC. Untuk itu dia tidak tahu apakah ada kepentingan tertentu dalam survei dan quick count IRC.
"Sekarang tidak tahu proses seperti apa, metodenya bagaimana, kan saya sudah tidak di dalam," tuturnya.
Dia menegaskan ketika masih menjabat hasil survei IRC bisa dipertanggungjawabkan. "Waktu pegang baik-baik saja, tidak ada masalah, survei oke waktu itu, quick count tidak ada masalah," tandasnya.
"Enggak sejalan, perbedaan pandangan. Kalau saya berpandangan survei selesai, tuntas baru diumumkan. Sementara waktu itu survei belum selesai diumumkan," kata Agus saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
IRC merupakan salah satu lembaga yang memenangkan Prabowo - Hatta versi quick count. Mengenai ada hasil berbeda, Agus mendorong agar dilakukan audit secara menyeluruh.
"Harus diaudit dua-duanya baik yang menangkan Prabowo dan Jokowi. Semua yang bermasalah mana yang manipulasi dan tidak kalau sekarang belum bisa disimpulkan. Harus diaudit, biar lembaga jelaskan metode bagaimana," jelasnya.
Sejak mundur November tahun lalu, Agus mengaku sudah tidak lagi terlibat dalam proses di IRC. Untuk itu dia tidak tahu apakah ada kepentingan tertentu dalam survei dan quick count IRC.
"Sekarang tidak tahu proses seperti apa, metodenya bagaimana, kan saya sudah tidak di dalam," tuturnya.
Dia menegaskan ketika masih menjabat hasil survei IRC bisa dipertanggungjawabkan. "Waktu pegang baik-baik saja, tidak ada masalah, survei oke waktu itu, quick count tidak ada masalah," tandasnya.
2.
Alat propaganda Prabowo
Merdeka.com - Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network
Election Survey (INES), Irwan Suhanto, membuat pengakuan penting tentang
lembaga survei yang pernah dipimpinnya. Irwan mengakui jika INES
merupakan lembaga survei alat propaganda Partai Gerindra dan capresnya Prabowo Subianto.
"Ya memang asumsinya akan menjadi seperti itu (alat propaganda)," kata Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan mengatakan memilih mundur dari INES pada 20 Juni lalu karena tidak mau mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam pilpres.
"Tapi 12 hari kemudian (2 Juli) INES merilis survei yang memenangkan Prabowo. Padahal sebelum saya mundur tidak ada survei. Bagaimana bisa mengeluarkan hasil survei dalam waktu 12 hari," kata Irwan menambahkan bahwa proses survei sampai publikasi paling cepat adalah sebulan.
Catatan merdeka.com, pada publikasi survei tersebut, INES menyatakan elektabilitas Prabowo-Hatta 54,3 persen, mengalahkan Jokowi-JK yang hanya memperoleh suara 37,6 persen. Direktur Eksekutif INES yang baru Sudrajat Saca mengklaim survei dilakukan pada 25 Juni hingga 2 Juli 2014.
"Padahal saat saya mundur 20 Juni malam, saya sebagai direktur eksekutif tidak mendengar ada yang melakukan survei," ujarnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah pengakuan Irwan Suhanto bahwa Indonesia Network Election Survey (INES) adalah lembaga survei propaganda partainya dan capres Prabowo Subianto. Dia juga menyangkal Irwan pernah menjabat sebagai direktur eksekutif lembaga tersebut.
"Dia hanya pemapar yang dibayar Rp 4 juta untuk mempresentasikan, tidak kurang dan tidak lebih. Mungkin karena uangnya kurang, dia banyak ngoceh di mana-mana," kata Arief.
Irwan mengatakan memilih mundur dari INES pada 20 Juni lalu karena tidak mau mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam pilpres.
"Tapi 12 hari kemudian (2 Juli) INES merilis survei yang memenangkan Prabowo. Padahal sebelum saya mundur tidak ada survei. Bagaimana bisa mengeluarkan hasil survei dalam waktu 12 hari," kata Irwan menambahkan bahwa proses survei sampai publikasi paling cepat adalah sebulan.
Catatan merdeka.com, pada publikasi survei tersebut, INES menyatakan elektabilitas Prabowo-Hatta 54,3 persen, mengalahkan Jokowi-JK yang hanya memperoleh suara 37,6 persen. Direktur Eksekutif INES yang baru Sudrajat Saca mengklaim survei dilakukan pada 25 Juni hingga 2 Juli 2014.
"Padahal saat saya mundur 20 Juni malam, saya sebagai direktur eksekutif tidak mendengar ada yang melakukan survei," ujarnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah pengakuan Irwan Suhanto bahwa Indonesia Network Election Survey (INES) adalah lembaga survei propaganda partainya dan capres Prabowo Subianto. Dia juga menyangkal Irwan pernah menjabat sebagai direktur eksekutif lembaga tersebut.
"Dia hanya pemapar yang dibayar Rp 4 juta untuk mempresentasikan, tidak kurang dan tidak lebih. Mungkin karena uangnya kurang, dia banyak ngoceh di mana-mana," kata Arief.
3.
Tak pernah survei ke lapangan
Merdeka.com - Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network
Election Survey (INES), Irwan Suhanto, mengungkapkan sejak dia bergabung
dengan INES pada 2 Agustus 2013, lembaga itu juga tidak pernah sekali
pun benar-benar melakukan survei di lapangan. Sejak bergabung, lanjut
Irwan, INES juga sudah menjadi alat propaganda Partai Gerindra.
"Saya bahkan terlibat pelatihan relawan-relawan Gerindra, meski saya bukan anggota, tidak memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota)," kata Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan mengakui, tidak ada keterkaitan antara INES dan Partai Gerindra secara organisasi. Namun, dia mengaku ada keterlibatan pengurus DPP Partai Gerindra dalam setiap publikasi survei INES.
"Dalam setiap rilis, setiap ditanya wartawan soal sumber dana, kita ungkapkan dari kas Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu. Orang pasti tahu irisan ketua federasi dengan pengurus DPP Gerindra," kata Irwan tanpa mau menyebut nama.
Penelusuran merdeka.com, Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono juga menjabat Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI. "Keterlibatan pengurus Gerindra ini dalam hal pendanaan (publikasi survei)," kata Irwan.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah INES dibiayai oleh Partai Gerindra dan Prabowo. Menurutnya, sumber dana INES adalah dari Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu yang diketuainya. "Jadi bukan dari Gerindra, kalau saya pengurus Gerindra, ya, saya pengurus," ujar dia.
"Saya bahkan terlibat pelatihan relawan-relawan Gerindra, meski saya bukan anggota, tidak memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota)," kata Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan mengakui, tidak ada keterkaitan antara INES dan Partai Gerindra secara organisasi. Namun, dia mengaku ada keterlibatan pengurus DPP Partai Gerindra dalam setiap publikasi survei INES.
"Dalam setiap rilis, setiap ditanya wartawan soal sumber dana, kita ungkapkan dari kas Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu. Orang pasti tahu irisan ketua federasi dengan pengurus DPP Gerindra," kata Irwan tanpa mau menyebut nama.
Penelusuran merdeka.com, Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono juga menjabat Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI. "Keterlibatan pengurus Gerindra ini dalam hal pendanaan (publikasi survei)," kata Irwan.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah INES dibiayai oleh Partai Gerindra dan Prabowo. Menurutnya, sumber dana INES adalah dari Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu yang diketuainya. "Jadi bukan dari Gerindra, kalau saya pengurus Gerindra, ya, saya pengurus," ujar dia.
4.
Menekan dan mengancam
Merdeka.com - Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network
Election Survey (INES), Irwan Suhanto, mengaku sempat mendapat sejumlah
tekanan ketika menyatakan mundur dari lembaga itu pada 20 Juli silam.
Namun, dia berupaya melawan.
"Tapi kalau saya diam kan malah menguntungkan mereka, mending saya bongkar sekalian," ujar Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan mengatakan memilih mundur dari INES karena tidak mau mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam pilpres.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah telah menekan dan mengancam Irwan. Bahkan, Arief berbalik mengancam akan melaporkan Irwan ke polisi jika dia berbicara seenaknya. "Semua ada konsekuensi hukumnya," ujar Arief.
"Tapi kalau saya diam kan malah menguntungkan mereka, mending saya bongkar sekalian," ujar Irwan saat dihubungi merdeka.com, Jumat (11/7).
Irwan mengatakan memilih mundur dari INES karena tidak mau mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam pilpres.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Tenaga Kerja dan TKI Arief Poyuono membantah telah menekan dan mengancam Irwan. Bahkan, Arief berbalik mengancam akan melaporkan Irwan ke polisi jika dia berbicara seenaknya. "Semua ada konsekuensi hukumnya," ujar Arief.
Baca juga:
5 Pernyataan menohok Prabowo soal Jokowi dan hasil Pilpres
Kivlan Zein sebut Eep bagi-bagi duit buat quick count Jokowi-JK
Prabowo sayangkan ada ancaman teror terhadap lembaga survei
Puskapol UI: KPU harus atasi vakum informasi setelah pilpres
4 Penyebab anjloknya saham VIVA dan MNC usai menangkan Prabowo
Masih tayangkan quick count, 2 stasiun TV berita ditegur KPI
5 Pernyataan menohok Prabowo soal Jokowi dan hasil Pilpres
Kivlan Zein sebut Eep bagi-bagi duit buat quick count Jokowi-JK
Prabowo sayangkan ada ancaman teror terhadap lembaga survei
Puskapol UI: KPU harus atasi vakum informasi setelah pilpres
4 Penyebab anjloknya saham VIVA dan MNC usai menangkan Prabowo
Masih tayangkan quick count, 2 stasiun TV berita ditegur KPI
No comments:
Post a Comment