DUNIA
Akhir Bahagia Dua Penderita Ebola
Mereka berhasil pulih dan memilih jadi "duta" ebola.
VIVAlife
- Ebola Virus Disease (EVD) makin menghantui dunia. Ia bisa membunuh 90
persen pasien yang terinfeksi. Hingga kini, kematian akibat virus asal
Afrika itu sudah mencapai lebih dari 670 orang.
Meski belum ada obat maupun vaksinasinya, penderita ebola masih punya harapan selamat jika segera dirawat intensif. Itu terbukti pada Mohamed dan Zena, dua penderita ebola di Guinea, Afrika Barat.
Kisah mereka diawali 14 Maret lalu, saat kakak Mohamed datang dari desa untuk mencari pengobatan di Conakry. Ia didiagnosis malaria dan tifus. Pemuda itu demam, muntah, kelelahan, dan sulit bernapas.
Mohamed, Zena, dan keluarga merawatnya. Namun, kondisi pemuda itu memburuk. Ia dilarikan ke rumah sakit, dan meninggal empat hari kemudian. Seluruh keluarga pun ikut andil dalam pemakaman.
Namun tak lama kemudian, mereka yang ikut merawat saat sakit, memandikan jenazah, dan menguburkan kakak Mohamed terserang sakit serupa. Dari sembilan yang terinfeksi, enam meninggal.
Mohamed dan istrinya dirawat di bangsal isolasi rumah sakit. Di sana, mereka bertemu Zena dan keluarganya yang juga dirawat. Zena menuturkan, mereka muntah. Ia pikir takkan ada kata selamat.
Guru berusia 24 tahun itu sampai kehilangan pekerjaan. Demikian pula dengan Mohamed yang seorang pegawai pemerintah.
Meski belum ada obat maupun vaksinasinya, penderita ebola masih punya harapan selamat jika segera dirawat intensif. Itu terbukti pada Mohamed dan Zena, dua penderita ebola di Guinea, Afrika Barat.
Kisah mereka diawali 14 Maret lalu, saat kakak Mohamed datang dari desa untuk mencari pengobatan di Conakry. Ia didiagnosis malaria dan tifus. Pemuda itu demam, muntah, kelelahan, dan sulit bernapas.
Mohamed, Zena, dan keluarga merawatnya. Namun, kondisi pemuda itu memburuk. Ia dilarikan ke rumah sakit, dan meninggal empat hari kemudian. Seluruh keluarga pun ikut andil dalam pemakaman.
Namun tak lama kemudian, mereka yang ikut merawat saat sakit, memandikan jenazah, dan menguburkan kakak Mohamed terserang sakit serupa. Dari sembilan yang terinfeksi, enam meninggal.
Mohamed dan istrinya dirawat di bangsal isolasi rumah sakit. Di sana, mereka bertemu Zena dan keluarganya yang juga dirawat. Zena menuturkan, mereka muntah. Ia pikir takkan ada kata selamat.
Guru berusia 24 tahun itu sampai kehilangan pekerjaan. Demikian pula dengan Mohamed yang seorang pegawai pemerintah.
Mereka ditelepon kantor
dan diminta tidak kembali bekerja. Sebab, orang-orang di lingkungan
khawatir terkontaminasi virus di tubuh mereka. Zena sedih luar biasa.
“Orang kira, menjadi pasien ebola pasti akan meninggal. Anda tidak akan pernah pulih, ebola akan membunuh apapun upaya yang dilakukan,” ungkap Mohamed. Tak dipungkiri, ia pun berpikir begitu.
Di depan mata Mohamed dan Zena, satu per satu anggota keluarga menyerah karena penyakit yang akhirnya diketahui sebagai ebola. Namun Dokter Lintas Batas (MSF) dan staf medis WHO terus berjuang.
Berkat perawatan intensif, keduanya akhirnya selamat. Kini, Mohamed dan Zena menjadi “duta” ebola di Afrika. Mereka mendatangi pasien dan keluarga, memberi motivasi serta semangat untuk pulih.
Mohamed dan Zena juga memberi edukasi tentang apa itu ebola, bagaimana penularannya, serta pencegahan infeksi. Mereka juga menekankan, mengobati virus sedini mungkin bisa berdampak positif.
Di tengah stigma dan ketakutan berlebihan masyarakat terhadap ebola, Mohamed dan Zena seakan jadi cahaya. Kisah mereka terus diulang. Itu memercikkan harapan bagi para pasien ebola.
Lewat kisah itu, Mohamed dan Zena menyelamatkan nyawa dan berkontribusi mengendalikan wabah.
“Saya tidak pernah mendengar ebola sebelumnya. Sekarang saya banyak membaca dan meriset, juga bersosialisasi dengan banyak orang yang bekerja di lapangan,” tutur Zena. Ia menyukai kegiatannya.
Sedang Mohamed, merasa aktivitasnya akan menyelamatkan banyak orang, seperti dulu ia diselamatkan para petugas medis. “Kita harus menghentikan wabah ini jika ingin kembali hidup normal,” ungkapnya.
Sumber: WHO International
“Orang kira, menjadi pasien ebola pasti akan meninggal. Anda tidak akan pernah pulih, ebola akan membunuh apapun upaya yang dilakukan,” ungkap Mohamed. Tak dipungkiri, ia pun berpikir begitu.
Di depan mata Mohamed dan Zena, satu per satu anggota keluarga menyerah karena penyakit yang akhirnya diketahui sebagai ebola. Namun Dokter Lintas Batas (MSF) dan staf medis WHO terus berjuang.
Berkat perawatan intensif, keduanya akhirnya selamat. Kini, Mohamed dan Zena menjadi “duta” ebola di Afrika. Mereka mendatangi pasien dan keluarga, memberi motivasi serta semangat untuk pulih.
Mohamed dan Zena juga memberi edukasi tentang apa itu ebola, bagaimana penularannya, serta pencegahan infeksi. Mereka juga menekankan, mengobati virus sedini mungkin bisa berdampak positif.
Di tengah stigma dan ketakutan berlebihan masyarakat terhadap ebola, Mohamed dan Zena seakan jadi cahaya. Kisah mereka terus diulang. Itu memercikkan harapan bagi para pasien ebola.
Lewat kisah itu, Mohamed dan Zena menyelamatkan nyawa dan berkontribusi mengendalikan wabah.
“Saya tidak pernah mendengar ebola sebelumnya. Sekarang saya banyak membaca dan meriset, juga bersosialisasi dengan banyak orang yang bekerja di lapangan,” tutur Zena. Ia menyukai kegiatannya.
Sedang Mohamed, merasa aktivitasnya akan menyelamatkan banyak orang, seperti dulu ia diselamatkan para petugas medis. “Kita harus menghentikan wabah ini jika ingin kembali hidup normal,” ungkapnya.
Sumber: WHO International
© VIVA.co.id
No comments:
Post a Comment