Kondisi salah satu armada asal Aceh (PMTOH), yang dilempari oknum saat memasuki kawasan Tanjung Pura - Sumut. |
AMP - Awal Januari 2016, Muhammad (30)
sopir truck Colt Diesel tiba di kawasan Tanjung Pura sekra pukul 03.00 WIB.
Tiba-tiba kaca pintu sebelah kiri pecah. Kernetnya sesaat kemudian menemukan
satu butir pelor besi tersangkut di kaca yang dilapisi plastik pendingin.
“Itu bukan
pengalaman pertama. Truck saya seringkali dilempari. Di kawasan Besitang,
Tanjung Pura hingga menjelang memasuki Kota Medan. Kalau bukan dilempari, ya
dipungli oleh polisi yang gemar merazia hampir tiap malam. Nyaris setiap satu
kilometer, saya harus menservis polisi. Kalau pengalaman ditembak dengan
softgun baru kali ini,” ujarnya kepada aceHTrend.Co, Sabtu (11/3/2016).
Cerita yang
nyaris senada juga disampaikan oleh Nazar. Sopir muda drop out SD ini kepada
aceHTrend berkisah bahwa truck yang dia setir seringkali dilempari oleh
anak-anak usua SMP atau SMA begitu dia melintasi perbatasan Aceh.
“Saya sering
bergumam bahwa begitu memasuki Medan, berarti masuk ke negeri tanpa peradaban
jalan raya. Siapapun, asal warga tempatan yang di back up polisi, bisa berbuat
sesuka hati kepada angkutan yang memakai plat BL,” ujar Nazar.
Kisah
penzaliman di jalan raya terhadap BL bukan hanya dialami oleh awak truck saja.
Pengguna bus besar, bus kecil serta minibus pribadi, juga sering menceritakan
hal yang sama.
Saiful (40)
salah seorang pengusaha kecil pernah mengeluhkan kondisi tersebut kepada
polisi. Namun jawaban mereka sungguh menyakitkan.
“Saat itu
saya mengeluhkan pungli di sepanjang jalan ketika memasuki Sumut. Namun jawab
polisi itu: pintar- pintar kau lah di jalan,” ujar Saiful.
Malam Hari
Dari hasil penelusuran aceHTrend, baik pelemparan bus/truck serta pungli yang dilakukan oleh oknum warga dan polisi, dilakukan malam hari hingga pagi.
Menurut
sejumlah informasi, polisi serta oknum pelempar batu atau penembak dengan
softgun, sepertinya ada hubungan simbiosis mutualisme. Walau acapkali
dikeluhkan oleh pengguna plat BL, tapi aksi mereka tidak kunjung meredup.
“Malah makin
dikeluhkan, aksi mereka semakin menjadi-jadi,” ujar Irwan, pengemudi minibus
pribadi yang nyaris tiap minggu bolak-balik Aceh-Sumut untuk urusan bisnis.
Meminta
Pemerintah Aceh Bertindak
Kepada aceHTrend, sejumlah pengguna plat BL yang kerap ke Sumut, meminta Pemerintah Aceh melakukan langkah kongkrit.
“Kami sudah
jenuh dengan kondisi ini. Seolah-olah Sumut dan Aceh bukan lagi Indonesia.
Padahal, walau tetap nakal, polisi Aceh tidak sejagat polisi di lintasan
Sumut,” ujar Nazar.
Menurut
Nazar dan sejumlah sopir lainnya secara terpisah, keluhan mereka bukan hanya
karena persoalan uang. Tapi juga soal keselamatan sopir dan penumpang.
No comments:
Post a Comment