TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Eksekusi tembak
mati terhadap enam terpidana mati di dua lokasi, Nuskambangan dan
Boyolali, akan dilaksanakan pada Minggu (18/1/2014) pukul 00.00 WIB.
Bagaimana jika setelah diberondong 12 tembakan ternyata si terpidana mati masih ada tanda-tanda kehidupan?
Acuannya adalah UU No 2/Pnps/1964, yaitu Penpres Nomor 2 Tahun 1964
(LN 1964 No 38), yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No 5
Tahun 1969.
(BACA JUGA: Terpidana Mati Sedang Hamil)
Pasal 13(1) Setelah terpidana siap ditembak,
Regu Penembak dengan senjata sudah terisi menuju ke tempat yang
ditentukan oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam Pasal 4.
(2) Jarak antara titik di mana terpidana berada dan tempat Regu
Penembak tidak boleh melebihi 10 meter dan tidak boleh kurang dari 5
meter.
Pasal 14(1) Apabila semua persiapan telah
selesai, Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab untuk pelaksanaannya,
memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati.
(2) Dengan segera para pengiring terpidana menjauhkan diri dari terpidana.
(3) Dengan menggunakan pedang sebagai isyarat, Komandan Regu Penembak
memberi perintah supaya bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedangnya
ke atas ia memerintahkan Regunya untuk membidik pada jantung terpidana
dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan
perintah untuk menembak.
(4) Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan
tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan
kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan
menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas
telinganya.
(5) Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat diminta bantuan seorang dokter.
Pasal 15(1) Penguburan diserahkan kepada
keluarganya atau sahabat terpidana, kecuali jika berdasarkan kepentingan
umum Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab memutuskan lain.
(2) Dalam hal terahir ini, dan juga jika tidak ada kemungkinan
pelaksanaan penguburan oleh keluarganya atau sahabat terpidana maka
penguburan diselenggarakan oleh Negara dengan mengindahkan cara
penguburan yang ditentukan oleh agama/kepercayaan yang dianut oleh
terpidana.
Pasal 16(1) Jaksa Tinggi/Jaksa yang disebut dalam Pasal 4 harus membuat berita acara dari pada pelaksanaan pidana mati.
(2) Isi dari pada berita acara itu disalinkan ke dalam Surat Putusan
Pengadilan yang telah mendapat kekuatan pasti dan ditandatangani
olehnya, sedang pada berita acara harus diberi catatan yang
ditandatangani dan yang menyatakan bahwa isi berita
acara telah disalinkan ke dalam Surat Putusan Pengadilan bersangkutan.
(3) Salinan tersebut mempunyai kekuatan yang sama seperti aslinya.
UPDATE:
Enam terpidana mati dipastikan sudah dieksekusi oleh satuan
Brimob Polda Jateng. Lima terpidana dieksekusi di Lapas Nusakambangan,
Cilacap, Jawa Tengah sekitar pukul 00.00, Minggu (18/1/2015). Sedangkan
satu terpidana mati yakni Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam) dieksekusi di
sebuah tempat rahasia di Boyolali, Jateng.
Berdasarkan siaran langsung salah satu televisi swasta, enam terpidana
tersebut memang dipastikan sudah dieksekusi.
Berikut data keenam terpidana mati tersebut :
1. Namaona Denis (48) WN Malawi, laki-laki, pekerjaan swasta,
kasus narkotika. Putusan PN tahun 2001, PT 2002, grasi ditolak 30
Desember 2015.
2. Marco Archer Cardoso Moreira (52), WN Brasil, laki-laki, pilot pesawat terbang, diputus PN 2004.
3. Daniel Enemuo (38) WN Nigeria, laki-laki, putusan PN 2004, PT 2004, kasasi 2005, grasi ditolak 30 Desember 2014.
4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya
(62), WNI, laki-laki, kelahiran Fak Fak Papua, Putus PN 2003, PT 2003,
MA 2003, PK 2006, grasi ditolak 30 Desember 2014
5. Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam), perempuan, (37), wiraswasta,
PN 2011, PT 2012, yang bersangkutan tidak mengajukan kasasi, langsung
grasi dan ditolak.
6.Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI), kelahiran Cianjur,
perempuan, diputus PN 2000, PT 2000, MA 2001, PK 2002, grasi ditolak 30
Desember 2014.